3 Jenis Kanker Rahim yang Paling Banyak Menyerang Wanita
Orang
awam mengenal kanker rahim adalah salah satu jenis saja. Namun
sebenarnya kanker rahim itu memiliki lebih dari satu jenis.
Cukup banyak jenis kanker rahim, ada
tiga jenis yang paling banyak menyerang wanita, kanker serviks (leher
rahim), kanker ovarium (indung telur), dan kanker endometrium (badan
rahim).
Kanker serviks atau
kanker mulut rahim memang patut ditakuti kaum wanita. Di Indonesia,
kanker ini tercatat sebagai pembunuh nomor satu kaum hawa. Sayangnya,
informasi yang berkaitan dengan kanker serviks belum dapat menjangkau
seluruh masyarakat terutama kaum wanita. Padahal, semua wanita berisiko
kanker yang menyerang organ utama mereka, termasuk paling banyak
menyerang ibu-ibu.
Dokter spesialis kandungan, dr Masdulhaq
SpOG mengatakan, resiko akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia
dan menyentuh kehidupan wanita pada saat-saat terpenting dalam hidupnya
yaitu antara usia 30-50 tahun. “Justru pada saat para wanita masih
aktif bekerja dan bertanggung jawab atas anak atau anggota keluarga
lainnya,” ujarnya.
Dikatakannya, gejala kanker serviks
yakni, terdapat keputihan berlebihan, berbau busuk, dan tidak
sembuh-sembuh. Memang, tak semua keputihan pertanda ada kanker. Sebab,
keputihan pun bisa karena ada rangsangan lain. “Karena itu, kalau timbul
keputihan abnormal sebaiknya periksa ke dokter, apakah itu kanker atau
bukan,” ujarnya.
Gejala lain, sambung dia, terdapat
perdarahan di luar siklus haid. Terutama perdarahan setelah berhubungan
intim. Untuk memastikannya harus diperiksa dokter, karena perdarahan
bisa juga terjadi akibat gangguan keseimbangan hormon. Bila kanker sudah
mencapai stadium 3 ke atas, maka akan terjadi pembengkakan di berbagai
anggota tubuh, seperti di paha, betis, tangan, dan sebagainya. Tapi,
jika masih prakanker justru tak ada gejala.
Bagi wanita yang telah berhubungan seks,
kata Masdulhaq, lakukan pemeriksaan Pap’s smear dengan mengambil getah
serviks dari vagina yang akan diperiksa ahli patologi. “Pap’s smear bisa
mendeteksi prakanker sampai kanker sehingga memungkinkan dilakukan
pengobatan cepat dan tepat. Lakukan pemeriksaan secara berkala, setahun
sekali,” tambahnya.
Penyebab kanker serviks adalah infeksi
atau reinfeksi HPV (Human papilloma virus). Sekitar 99,7 persen kanker
serviks disebabkan HPV onkogenik atau penyebab kanker. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa HPV 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70 persen
kasus kanker serviks di dunia.
Ada beberapa faktor yang dapat
mempertinggi kemungkinan infeksi HPV berubah menjadi kanker. Antara lain
kebiasaan berhubungan seks yang abnormal, berganti-ganti pasangan,
merokok, menikah pada usia yang sangat muda serta usia yang semakin tua.
“Bagi wanita yang menikah di usia muda, hubungan seksual dilakukan saat
serviks belum matang sehingga mudah ditembus virus. Sedangkan, bagi
wanita yang sudah tua, risiko semakin tinggi karena penurunan proses
recovery dari sel sehingga lebih mudah ditembus oleh virus,” jelas
Masdulhaq.
Perjalanan dari infeksi HPV hingga
menjadi kanker serviks sebenarnya memakan waktu cukup lama, bisa
mencapai 10-20 tahun. Sayangnya, proses ini seringkali tidak dirasakan
para penderita. Pasalnya, proses infeksi HPV kemudian menjadi prakanker
sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
Kanker Ovarium.
Gejalanya ditandai dengan perut terasa begah, kembung, tidak nyaman.
Tapi gejala ini tidak spesifik. Bahkan, kebanyakan justru tak merasakan
gejala apa-apa. Gejala selanjutnya perut membesar, terasa ada benjolan,
nyeri panggul, gangguan BAB (buang air besar) akibat penekanan pada
saluran pencernaan dan saluran kencing. Bahkan pada keadaan yang lebih
lanjut, dapat terjadi penimbunan cairan di rongga perut sampai mengalir
ke rongga dada, sehingga perut tampak sangat membuncit. “Terkadang
disertai sesak napas. Kalau sudah demikian, biasanya sudah terlambat
ditangani,” paparnya.
Untuk mendeteksi dini kanker ovarium, dr
yang pernah bertugas di RSU Pirngadi Medan ini mengatakan, kerap
terjadi keterlambatan deteksi akibat sulit mendeteksinya pada stadium
dini. “Karena lokasi ovarium berada di dalam rongga panggul, sehingga
tak terlihat dari luar. Biasanya kanker ditemukan lewat pemeriksaan
dalam. Bila ditemukan kista, maka akan
di-USG, apakah terdapat tanda-tanda kanker atau tidak,” bilangnya.
Kanker Endometrium.
Gejala awal kanker endometrium terdapat perdarahan, terutama pada pasca
menopause atau diluar masa haid. Juga bila haidnya sangat lama dan
banyak. “Karena dengan haid lama dan banyak, maka berarti endometriumnya
semakin menebal,” kata dia.
Untuk mendeteksi dini kanker endometrium, umumnya penderita lebih awal
melakukan pemeriksaan sehingga sebagian besar penyakit ini diketahui
pada stadium awal. Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat ketebalan
dinding edometrium. Selanjutnya dilakukan kuretase. “Cairannya akan
dibawa ke patologi untuk dilihat apakah kanker atau bukan,” tuturnya.
Sedangkan pengobatan dari tiga kanker
rahim tersebutnya, lewat operasi sederhana, besar, khusus. Seperti
halnya operasi lainnya, biaya yang dikeluarkan tidak murah. Kerumitan
operasi tergantung kepada tingkat stadium kanker. Ada juga dengan
radiasi atau kemeoterapi namun memiliki dampak yang beragam tergantung
kepada kondisi dan stamina penderita.
Kemoterapi merupakan cara pengobatan
kanker yang paling mahal karena memerlukan proses yang berulang untuk
menuntaskannya. Dan dampaknya juga cukup menyiksa si pasien sendiri.
Pengobatan alternatif adalah salah satu
yang dipilih penderita yang kondisi keuangannya kurang menunjang.
Pengobatan alternatif juga bermacam macam namun yang saat ini sedang
ramai adalah dengan herbal dan juga dengan meditasi. Back to nature
dianggap sangat membantu karena gejala kanker juga diyakini akibat
ketidakseimbangan alam dan kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar