BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembentukan dan pengembangan sikap dan moral seorang siswa melalui
pendidikan agama di sekolah menjadi sangat penting, dasar agama untuk membentuk
pribadi yang agamis (bertaqwa) merupakan kebutuhan rohaniah selain kebutuhan
akademis melalui ilmu pengetahuan. Namun demikian, kondisi kurikulum yang
sangat padat, serta kendala-kendala lain menuntut proses pembelajaran
pendidikan agama perlu dilakukan secara baik, mencapai tujuan, dan dapat
menanamkan nilai-nilai agama tersebut untuk kemudian dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh
seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya
pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.
Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
sifat – sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai
berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak,
pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa dirubah. Kita mungkin hanya
dapat mengetahui dari prilaku yang bersangkutan oleh karena itu, nilai pada
dasarnya adalah standar perilaku sesorang. Dengan demikian, pendidikan nilai
pada dasarnya proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan
kepada siswa dapat berperilaku sesuai dengan pendangan yang di anggap baik dan
tidak bertentangan dengan norma – norma yang berlaku.
Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya
bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan
untuk mencapai dimensi yang lainnya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif
berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian
behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas
penulis akhirnya menjadikan bahasan dalam makalah ini yang berjudul “Setrategi Pembelajaran Afektif ”.
B. Pembatasan
Masalah
Agar lebih fokus dan lebih evisien dalam pembahasan ini maka kami
membatasi permasalahan ini menjadi beberapa sub pokok pembahasan yang meliputi:
Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif, Hakikat Pendidikan Nilai dan
Sikap, Proses Pembentukan Sikap, Model Strategi Pembelajaran Sikap, Kesulitan
dalam Pembelajaran Afektif.
C.
Perumusan Masalah
Dari uraian yang telah dipaparkan
secara sepintas kami dapat menguraikan perumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan Strategi
Pembelajaran Afektif?
2.
Bagaimanakah Konsep Hakikat
Pendidikan Nilai dan Sikap?
3.
Bagaimanakah Model Strategi
Pembelajaran Sikap?
4.
Bagaimanakah Proses Pembentukan
Sikap,?
5.
Bagaimanakah Kesulitan dalam
Pembelajaran Afektif?
D.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
Mengetahui yang dimaksud dengan Strategi Pembelajaran Afektif
.
2.
Untuk Mengetahui Konsep Hakikat
Pendidikan Nilai dan Sikap.
3.
Untuk Mengetahui Model Strategi
Pembelajaran Sikap.
4.
Untuk Mengetahui Proses
Pembentukan Sikap.
5.
Untuk Mengetahui Kesulitan
dalam Pembelajaran Afektif.
E. Metodologi
Penulisan
Dalam pembahasan Penetrasi Budaya
ini saya menggunakan metode analisis
deskriftif dari sumber – sumber yang saya peroleh.
F.
Sistematika Penulisan
Makalah ini di buat 3 bab yang
masing-masing bab di lengkapi sub – sub bab dengan sistematika sebagai berkut:
Bab I : pendahuluan yang menguraikan
latar belakang masalah,perumusan masalah,pembatasan masalah, tujuan
penulisan/pembahasan, metode
penulisan dan sitematika penulisan
penulisan dan sitematika penulisan
Bab II : Pembahasan yang menguraikan Pengertian
Strategi Pembelajaran Afektif, Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap, Proses
Pembentukan Sikap, Model Strategi Pembelajaran Sikap, Kesulitan dalam
Pembelajaran Afektif.
Bab III : penutup yang menguraikan
tentang kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF ( NILAI SIKAP )
A.
Pengertian Strategi
Pembelajaran Afektif.
Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya
bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan
untuk mencapai dimensi yang lainnya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif
berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian
behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
B.
Hakikat Pendidikan Nilai
dan Sikap.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh
seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya
pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.
Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
sifat – sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai
berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak,
pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa dirubah. Kita mungkin hanya
dapat mengetahui dari prilaku yang bersangkutan oleh karena itu, nilai pada
dasarnya adalah standar perilaku sesorang. Dengan demikian, pendidikan nilai
pada dasarnya proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan
kepada siswa dapat berperilaku sesuai dengan pendangan yang di anggap baik dan
tidak bertentangan dengan norma – norma yang berlaku.
Dougla Graham (Golu 2003) menyatakan 4 faktor merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai – nilai tertentu :
Dougla Graham (Golu 2003) menyatakan 4 faktor merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai – nilai tertentu :
Ø
Normativist : Kepatuhan yang
terdapat pada norma – norma hokum.
Ø
Integralist : Kepatuhan yang di
dasarkan pada kesadaran dan pertimbangan – pertimbangan yang rasional.
Ø
Fenomalist : Kepatuhan
berdasarkan suara hati atau sekedar basa – basi.
Ø
Hedonist : Kepatuhan
berdasarkan diri sendiri.
Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah,
setiap orang akan selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya
pada saat itu. Oleh sebab itu, system nilai yang dimiliki seseorang bisa di
bina dan diarakhan. Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi
melalu pembentukan sikap, yakni kecendrungan seseorang terhadap suatu objek,
misalnya jika seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukkan
gejala senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Golu (2005) menyimpulkan
tentang nilai tersebut :
Ø
Nilai tidak bisa di ajarkan
tetapi di ketahui dari penampilannya.
Ø
Pengembangan dominan efektif
pada nilai tidak bisa di pisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.
Ø
Masalah nilai adalah masalah
emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa di bina.
Ø
Perkembangan nilai atau moral
tidak akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Sikap adalah kecendrungan seseorang untuk menerima atau menolak
suatu objek berdasarkan nilai yang di anggap baik atau tidak baik. Dengan
demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecendrungan untuk menerima atau
menolak suatu objek penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau
berharga (sikap positif) dan tidak berguna atau berharga (sikap negatif).
C.
Proses Pembentukan
Sikap.
1.
Pola Pembiasaan.
Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun
tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses
pembiasaan, misalnya sikap siswa yang setiap kali menerima perilaku yang tidak
menyenangkan dari guru, satu contoh mengejek atau menyinggung perasaan anak.
Maka lama kelamaan akan timbul perasaa benci dari anak tersebut yang pada
akhirnya dia juga akan membenci pada guru dan mata pelajarannya.
2.
Modeling.
Pembelajaran sikap dapat juga dilakukan melalui proses modeling
yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses pencontohan. Salah
satu karakteristik anak didik yang sadang berkembang adalah keinginan untuk
malakukan peniruan (imitasi). Hal yang di tiru itu adalah perilaku – perilaku
yang di peragakan atau di demonstrasikan oleh orang yang menjadi idamannya.
Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya
atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya di milai dari perasaan kagum.
- Model Strategi Pembelajaran Sikap
Di bawah ini disajikan beberapa model strategi
pembelajaran pembentukan sikap
1.
Model Konsiderasi
Model konsiderasi dikembangkan oleh
MC. Paul,seorang humanis. Paulmenganggap bahwa pembentukan moral tidak sama
dengan pengembangan kognisi yang rasional.Pembelajaran moral siswa menurutnya
adalah pembentukan pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.Oleh
sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat
membentuk kepribadian.Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki
kepedulian terhadap orang lain.
Implementasi model konsiderasi guru
dapat mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran seperti berikut:
a.
Menghadapkan siswa pada suatu
masalah yang mengandung konflik,yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.Ciptakan situasi”Seandainya siswa ada dalam masalah tersebut “
b.
Menyuruh siswa untuk
menganalisis sesuatu masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak,tapi juga
yang tersirat dalam permasalahan tersebut,misalnya perasaan,kebutuhan,dan
kepentingan orang lain.
c.
Menyuruh siswa untuk menuliskan
tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.Hal ini dimaksudkan agar siswa
dapat menelaah perasaannya sendiri sebelum mendengar respons orang lain untuk
dibandingkan.
d.
Mengajak siswa untuk
menganalisis respons orang lain serta membuat kategori dari setiap respons yang
diberikan siswa.
e.
Mendorong siswa untuk
merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan
siswa.Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang
akan timbul sehubungan dengan tindakannya.
f.
Mengajak siswa untuk memandang
permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka
dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g.
Mendorong siswa agar merumuskan
sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan
pertimbangannya sendiri.
2.
Model Pengembangan Kognitif
Model pengembangan kognisi
dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg.Model ini banyak diilhami oleh pemikiran
John Dewey yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses
dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut
urutan tertentu.Menurut Kolhberg,moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat
,dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap. “
a.
Tingkat prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu
memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri,Artinya pertimbangan moral
didasarkan pada pandangan secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan
aturan yang dibuat oleh masyarakat,terdiri daridua tahap:
1)
Orientasi hukuman dan kepatuhan
Artinya anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman,dengan demikian setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negative.
Artinya anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman,dengan demikian setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negative.
2)
Orientasi instrumental relative
Pada tahap ini perilaku anak didasarka pada perilaku
adil,berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati.
b.
Tahap Konvensional
Pada tahap konvensional meliputi 2
tahap
1)
Keselarasan interpersonal
Pada tahap ini ditandai dengan perilaku yang ditampilkan
individu didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain.
2)
System social dan kata hati
Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada
dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya.
c.
Tingkat postkonvensional
Pada tingkat ini perilaku bukan hanya
didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku, akan
tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki
secara individu.
Kontra social
Pada tahap iniperilaku individu didasarkan pada
kebenaran-kebenaran yang diakui oleh masyarakat.
Prinsip etis yang universal
Pada tahap ini perilaku manusia didasarkan pada
prinsip-prinsip universal.
- Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif
Pertama, selama ini proses pendidikan
sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan
intelektual.dengan demikian keberhasilan proses pendidikan dan proses
pembelajaran di sekolah ditentukan oleh criteria kemampuan intelektual.
Kedua, sulitnya melakukan control
karena banyaknya factor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
Ketiga,keberhasilan pembentukan sikap
tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan keberhasilan pembentukan
kognisi dan aspek ketrampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses
pembelajaran berakhir.
Keempat,pengaruh kemajuan
teknologi,khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara,berdampak
pada pembentukan karakter anak.
Keberhasilan pembentukan sikap tidak
bisa di evaluasi dengan segera. Berdeda dengan aspek kognitif dan aspek
keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran
berakhir, keberhasilan dari pembentukan sikap dapat dilihat pada rentang waktu
yang cukup panjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi
nilai yang memerlukan proses lama.
Pengaruh kemajuan tekhnologi,
berdampak pada pembentukan karakter anak, tidak bisa di pungkiri
program-program TV yang menayangkan acara produksi luar negri yang memiliki
latar belakang budaya yang berbeda, maka dari itu perlahan tapi pasti budaya
asing yang belum cocok dengan budaya local menerobos dalam setiap ruang
kehidupan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan
hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga
bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh
seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya
pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.
Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
sifat – sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris.
Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa di evaluasi dengan segera.
Berdeda dengan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat
diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, keberhasilan dari pembentukan
sikap dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan
sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses lama.
Pengaruh kemajuan tekhnologi, berdampak pada pembentukan
karakter anak, tidak bisa di pungkiri program-program TV yang menayangkan acara
produksi luar negri yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, maka dari
itu perlahan tapi pasti budaya asing yang belum cocok dengan budaya local
menerobos dalam setiap ruang kehidupan.
B.
Saran
Rumusan tujuan pendidikan, sarat dengan pembentukan sikap. Dengan
demikian, tidaklah lengkap manakala dalam strategi pembelajaran tidak membahas
strategi pembelajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap dan nilai. Oleh
karena itu, tuntutan akan kemampuan guru untuk memilih dan memilah metode, yang
sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran merupakan harapan akan keberhasilan
pencapaian prestasi belajar siswa dalam pelajaran agama. Tuntutan tersebut
mutlak dilakukan oleh seorang guru agama apabila melaksanakan transfer
pendidikan agama. Hal tersebut juga sejalan dengan tuntutan kurikulum saat ini
yang sangat memperhatikan pentingnya metode pembelajaran yang akan digunakan
oleh seorang guru.
Hal tersebut sesuai juga dengan tingkat perkembangan siswa SMP yang
masih berada dalam masa transisi dari konkrit ke formal. Untuk mencapai tujuan
tersebut tidak lepas dari peran guru agama. Bagi guru agama, dalam upaya
peningkatan penguasaan materi pelajaran dan kemampuan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari, diperlukan strategi dan metode dalam penyampaian
(transfer knowledge) pelajaran agama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Joni
T. Rakaa (1980) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : P3G.
Wina
Sanjaya (2008) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta : Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar