“Sira Gadjah Mada paptih amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira
Gadjah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun
kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring, Pahang,
Dompu, Ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti
palapa.”
(Gadjah Mada sang Mahapatih tak akan menikmati palapa, berkata
Gadjah Mada, “selama aku belum menyatukan nusantara, aku takkan
menikmati palapa, sebelum aku menaklukan Pulau Gurun, Pulau Seram,
Tanjungpura, Pulau Haru, Pahang, Dompu, Pulau Bali, Sunda, Palembang,
dan Tumasik, aku takkan mencicipi palapa)
menurut anda apa yang terlintas dalam pikiran dan bayangan anda ketika
membaca sumpah Mahapatih Gadjah Mada itu. apakah anda berfikir tentang
sumpah untuk mempersatukan atau sumpah untuk menaklukan, apakah itu
sumpah pemersatu atau sumpah penjajah. kita selalu diajarkan bahwa
Sumpah Palapa adalah sebuah sumpah lambang pemersatu, tapi pernahkah
kita berfikir bahwa sumpah itu adalah sumpah ketamakan untuk menguasai
negara (baca : kerajaan) lain untuk berada di bawah kekuasaan Majapahit.
semua tafsir itu saya serahkan kepada anda. dan akibat tidak langsung
dari sumpah ini adalah tidak adanya nama jalan atau tempat bertuliskan
Gadjah Mada atau Hayam Wuruk.
Gadjah Mada adalah salah satu tokoh besar zaman Majapahit. menurut
berbagai kitabdari zaman Jawa Kuno. Di Indonesia pada amasa kini, ia
dianggap sebagai salah satu pahlawan pentingdan simbol nasionalisme.
tidak ada literatur maupun prasasti yang menyebutkan kapan majapahit
lahir tapi menurut Pararton , ia memulai karirnya di Majapahit
sebagai Komandan Bhayanngkara, sebuah satuan pasukan elit kerajaan.
kareana berhasil menyelamatkan Prabu Jayanegara saat pemberontakan Ra
Kunti sekitar tahun 1309-1328 M ia diangkat sebagi patih Kahuripan. dua
tahun kemudian menjadi Patih Kediri. tahun 1329 Masehi, Patih Majapahit
yakni Aryo Tadah atau lebih terkenal dengan sebutan Empu Krewes
mengundurkan diri sebagai Patih dan menunjuk Gadjah Mada sebagai Patih.
namun Gadjah Mada tidak serta merta begitu saja menerima jabata itu, dia
justru bersedia menjadi patih setelah menaklukan keta dan sadeng
(pembrontak). akhirnya setelah berhasil memadamkan api pembrontakan pada
tahun 1334 Tribhuwana Tunggadewi mengangkat Gadjah Mada sebagai patih.
Perang Bubat, dosa Sang Mahapatih
Peristiw Bubat*) yang terjadi tahun 1360 di awali oleh niatan Raja Hayam
Wuruk untuk memperistri Dyah Pitaloka Citraresmi dari negeri Sunda.
atas restu kerajaan Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada
Maharaja Linggabuana untuk melamar Putri Dyah Pitaloka. atas dasar rasa
persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur. maka berangkatlah
Linggabuana beserta rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta
ditempatkan di pesanggrahan Bubat. melihat kedatangan raja Sunda beserta
Permaisuri dan sang putri Dyah Pitaloka dengan diiring prajurit, maka
timbul niat Gadjah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda dan memenuhi
Sumpah Palapa yang dia ucapkan, karena dari seluruh Nusantara hanya
Kerajaan Sunda yang belum tertaklukan.
disinilah terjadi pertentangan,Gadjah Mada menekan Hayam Wuruk untuk
menerima rombongan Raja Linggabuana bukan sebagai calon pengantin tapi
sebagai bentuk penyerahan diri dan pengakuan superioroitas Sunda atas
Majapahit. Hayam Wuruk menjadi bimbang, kemana harus berpihak Putri Dyah
Pitaloka sang calon istri yang dicintai atau Gadjah Mada sang patih
andalan yang dia hormati.
di tengah kebimbangan itu terjadilah insidenperselisihan antara utusan
linggabuana yang mencaci-maki Gadjah Mada atas sikapnya yang tidak sopan
dan sangat keterlaluan. utusan Sunda terkejut karena kedatangannya
dianggap takluk bukan karena undangan, tapi Gadjah Mada tetap pada
pendiriannya. belum lagi Hayam Wuruk membuat keputusan Gadjah Mada sudah
terburu nafsu dan menyerang ke Pesanggrahan Bubat. maka terjadilah
peperangan tidak seimbang antara pasukan “rombongan pengantin” yang
sedikit berhadapan dengan kesatria-kesatria Majapahit dalam jumlah
besar. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Raja Linggabuana, para
menteri, pejabat kerajaan Sunda, serta Sang Putri Dyah Pitaloka.
Hayam Wuruk terkejut, marah dan menyesalkan tindakan gegabah Gadjah
Mada, dan akhirnya menyampaikan darmadyaksa (utusan) dari Bali untuk
menyampaikan permohonan maaf kepada plt sementara raja Sunda Mangkubumi
Hyang Bunisora Suradipati supaya peristiwa yang terjadi dapat diambil
hikmahnya.
Akibat Peristiwa ini, hubungan Hayam Wuruk dengan Gadjah Mada
merenggang. Gadjah Mada tetap menjadi patih hingga wafat tahun 1364 M.
akbat peristiwa ini pula, dikalangan kerabat Sunda diberlakukan
peraturan esti larangan ti kaluaran, yang diantaranya tidak
bleh menikah dari luar lingkungan kerabat sunda atau lebih jauh tidak
boleh menukah dengan kerajaan dari sebelah timur Sunda.
catatan tambahan :
*) Peristiwa Bubat diceritakan selengkapnya dalam kidung sunda dan kidung sundayana dari Bali.
1. ada 2 cerita dibalik niatan Hayam Wuuuk menikahi Dyah Pitaloka,
pertama karena terpincut oleh lukisan Sungging Parbangkara dan yang
kedua niatan menjalin tali persaudaraan Majapahit dan Sunda.
2. saya adalah manusia yang lahir dengan melanggar peraturan esti larangan ti kaluaran alias anak blesteran hasil persatuan Ibu Sunda Bapa Jawa. hehehehhe……
3. pada masa Hayam Wuruk muncul semboyan “Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrawa” yang digubah oleh Mpu Tantular dan Negarakertagama yang di gubah Mpu Prapanca tahun 1365.Negarakertagama
menjadi penting karena menyebutkan wilayah yang berhasil dikuasai
Majapahit dan pada masa pasca kemerdekaan menjadi dasar tuntutan wilayah
teritorial NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar